Monday, February 15, 2016

Pelabuhan Perikanan

Definisi Pelabuhan menurut Kamus Peristilahan Survey dan Pemetaan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan sekitar pemerintahan dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh,naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-moda dan antar moda transportasi (Dishidros). Direktorat Jendral Perikanan (1981) mendefinisikan pelabuhan yaitu pelabuhan khusus yang merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan dilihat dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran ikan. Menurut Departemen Pertanian-Departemen Perhubungan, pelabuhan yaitu tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan. Pengertian Umum Pelabuhan Perikanan menurut UU No.31 tahun 2004  adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan
Peran Pelabuhan Perikanan dalam Perikanan Tangkap
Pelabuhan perikanan merupakan basis utama dalam kegiatan industri perikanan  tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdayaguna tinggi. Aktivitas unit penangkapan ikan di laut harus keberangkatannya dari pelabuhan dengan bahan bakar, makanan, es,  dan lain-lain secukupnya. Informasi tentang data harga dan kebutuhan ikan di pelabuhan perlu dikomunikasikan dengan cepat dari pelabuhan ke kapal di laut. Setelah selesai melakukan pekerjaan di laut kapal akan kembali dan masuk ke pelabuhan untuk membongkar dan menjual ikan hasil tangkapan (Bambang, 2003).
Menurut penjelasan pasal 18 UU No 9 tahun 1986 peranan pelabuhan perikanan adalah (Ditjen perikanan, 1985a):
  1. Sebagai pusat pengembangan masyarakan nelayan, pertumbuhan ekonomi perikanan, pengembangan agribisnis dan agroindustri.
  2. Pusat pelayan tambat dan labuh kapal perikanan.
  3. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan dan hasil pembudidayaan.
  4. Tempat pelayanan kegiatan operasional kapal-kapal perikanan.
  5. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.
  6. Pusat pemasaran hasil perikanan.
  7. Tempat pengembangan usaha industri perikanan dan pelayanan ekspor.
  8. Tempat pelaksanaan pengawasan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan.
Sedangkan Ditjen Perikanan (1982) mengelompokkan peranan pelabuhan perikanan   menjadi tiga yaitu:
  1. Sebagai pusat untuk aktivitas produksi yaitu:
    • Tempat mendaratkan ikan hasil tangkapan.
    • Tempat untuk mempersiapkan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat-alat tangkap, bahan bakar, air, perbaikan kapal, dan istirahat anak buah kapal).
  2. Sebagai puasat distribusi yaitu:
    • Tempat transaksi jual beli ikan.
    • Terminal untuk mendistribusikan ikan pusat pengelolaan hasil laut.
  3. Sebagai pusat kegiatan masyarakat nelayan yaitu:
    • Pusat kehidupan masyarakat nelayan .
    • Pusat pembangunan ekonomi masyarakat ekonomi masyarakat nelayan.
    • Pusat lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun dengan masyarakat luar.
Kegiatan dan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Secara Umum
Kegiatan Pelabuhan Perikanan
Kegiatan secara umum melingkupi kegiatan :
  • Kegiatan operasional di laut, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Penangkapan ikan di laut (fishing ground),
b. Pendaratan di dermaga bongkar (landing),
c. Pelayanan di dermaga muat (servicing),
d. Perawatan dan perbaikan (maintenance and repairs),
e. Tembat labuh dan istirahat (berthing
  • Kegiatan operasional di darat, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Pelelangan (auctioning),
b. Penyortiran dan pengepakan (sorting & packing),
c. Pengolahan (processing),
d. Pengangkutan (transportation),
e. Pemasaran (marketing
Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Sedangkan untuk fasilitasnya terdiri dari :
  • Fasilitas Pokok
Merupakan fasilitas pokok yang harus ada dan berfungsi untuk melindungi pelabuhan ini dari gangguan alam, tempat membongkar ikan hasil tangkapan dan memuat perbekalan, serta tempat tambat labuh kapal-kapal penangkap ikan. Fasilitas pokok ini meliputi:
  1. Dermaga sepanjang 500 m, terdiri dari dermaga tambat kapal-kapal 5-20 GT sepanjang 120 m, kapal 20-30 GT sepanjang 90 m dan kapal 30 -100 GT sepanjang 100 m. Dermaga bongkar ikan sepanjang 93 m dan dermaga servicing 106 m.
  2. Kolam 3 Ha dengan variasi kedalaman -3 m, -2,5 m dan -2m.
  3. Penahan gelombang bagian barat 294 m dan bagian utara 125 m.
  4. Jaringan drainase
  5. Rambu navigasi.
  • Fasilitas Fungsional
Fasilitas yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional suatu pelabuhan perikanan. Fasilitas fungsional ini terdiri dari:
  1. Fasilitas pemasaran dan distribusi hasil perikanan: Tempat pelelangan ikan, pasar ikan, gudang keranjang.
  2. Fasilitas perbekalan: tangki BBM dan dispenser dan tangki air.
  3. Fasilitas pemeliharaan/perbaikan: gedung utility, tempat perbaikan jaring, dok/galangan kapal,
  4. Fasilitas pengolahan: cold storage.
  5. Kantor, Balai pertemuan nelayan, instalasi listrik, sarana komunikasi radio SSB/all band, telepon, fax dan internet, gardu jaga WC umum.
  • Fasilitas Penunjang
Merupakan fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pelabuhan perikanan. Fasilitas penunjang terdiri dari: perumahan, wisma tamu, tempat ibadah, kantin, pertokoan, sarana kebersihan.
Sebagai acuan PPN Pelabuhanratu dalam melakukan upaya peningkatan perekonomian masyarakat dalam bidang perikanan di Pelabuhanratu adalah penjelasan Undang-undang Nomor: 9 Tahun 1985 tentang perikanan pasal 18, mengenai fungsi dan peranan pelabuhan perikanan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.  Pusat pengembangan masyarakat nelayan;
Sebagai sentra kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan berdomisili maupun nelayan pendatang.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat/merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut.
c.  Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;
Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron ) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana/fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan.
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan;
Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran/-pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap.
e.  Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan;
Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana/fasilitas sanitasi dan hygene, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan.
f.  Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;
Dalam menjalankan fungsi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (Fish Market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat.
g.  Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;
Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan.
h.  Pusat penyuluhan dan pengumpulan data;
Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan melalui penyuluhan baik secara tehnis penangkapan maupun management usaha yang efektif dan efisien, sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan selain data primer melalui penelitian data sekunder diperlukan untuk itu, maka untuk kebutuhan tersebut dalam kawasan Pelabuhan Perikanan merupakan tempat terdapat unit kerja yang bertugas melakukan penyuluhan dan pengumpulan data.
i.   Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan;
Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan dilaut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan dilaut.
Sedangkan fasilitas pelabuhan perikanan  menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), yaitu :
1. Fasilitas pokok atau dasar yang meliputi :
  1. Penahanan gelombang ( break water )
  2. Penangkap pasir ( ground groins )
  3. Turap penahan tanah
  4. Demaga
  5. Tiang tambat
  6. Pelampung
  7. Bollard
  8. Pior
  9. Alur pelayaran
10.  kolam pelabuhan
11.  Rambu-rambu navigasi
12.  Jetty
13.  Jembatan
14.  Jalan komplek
15.  Tempat parkir
16.  Lahan untuk kawasan industri perikanan
2. Fasilitas  fungsional meliputi :
  1. Pabrik es
  2. Cold storage atau tempat penyimpanan
  3. Dok atau galangan kapal
  4. Bengkel
  5. Tangki BBM
  6. Instalansi listrik
  7. Instalansi air bersih
  8. Gedung pelelangan ikan
  9. Balai pertemuan nelayan
10.   Radio komunikasi
11.   Pasar ikan
12.   Tempat pengolahan
3. Fasilitas tambahan, meliputi :
  1. kantor adminstrasi pelabuhan
  2. kantor syahbandar
  3. Bea cukai
  4. Aparat keamanan
  5. Kantor manajemen unit
  6. Perumahan karyawan
  7. Poliklinik
  8. Gudang
  9. Warung
10.  MCK umum
11. Tempat peribadatan dan lain-lain

Think Globally Act Locally Dalam Penyuluhan Perikanan

Tidak bisa dipungkiri saat ini kita berada di era globalisasi. Era dimana tidak ada lagi batas antara ruang dan waktu. Globalisasi tidak hanya terjadi di negara kita saja tetapi di semua belahan dunia. Proses globalisasi tentu membawa dampak positif dan negatif yang berujung pada perilaku masyarakat sehingga kita harus cerdas memilih dampak yang ditimbulkan agar terhindar dari perilaku buruk. Perubahan perilaku masyarakat terbesar terjadi pada nilai-nilai dan gaya hidup. Saat ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai kehidupan yang telah diwariskan oleh leluhur kita terdahulu. Rasa kekeluargaan dan gotong-royong akhir-akhir ini mulai memudar. Masyarakat cenderung hidup individualistis (siapa lu siapa gue) khususnya di kota-kota besar.
Globalisasi pada sektor perikanan menuntut pelaku usaha perikanan harus cepat menangkap semua informasi terkini yang bersifat positif. Informasi tersebut bisa dalam bentuk informasi harga ikan, pakan, cara budidaya ikan yang baik (CBIB), cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), ISO, HACCP (Hazard Analysis And Critical Control Points) dalam manajemen mutu produk perikanan, Sustainable Development Goals (SDGs) dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya samudera, laut dan kelautan untuk pembangunan berkelanjutan dan lain-lain.
Globalisasi menuntut setiap negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga menghasilkan produktivitas tinggi dan inovasi agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain. Globalisasi tidak hanya merubah perilaku masyarakat tetapi juga membawa dampak luas pada berbagai bidang. Pada bidang ekonomi, perikanan Indonesia harus dapat bersaing dengan produk-produk perikanan dari negara lain. Pada bidang sosial, masyarakat perikanan Indonesia juga harus dapat bersosialisasi dengan masyarakat global. Pada bidang lingkungan usaha perikanan harus menjaga keberlanjutan sumber daya alam serta sumberdaya perikanan kelautan beserta dengan ekosistemnnya. Pada bidang teknologi, usaha perikanan Indonesia harus berdasarkan kode etik perikanan yang bertanggung jawab. Pada bidang hukum dan kelembagaan, produk perikanan Indonesia harus tunduk pada aturan – aturan internasional tentang bagaimana mengelola sumber daya supaya lestari, kalau tidak mau di tuduh melakukan IUU (Ilegal unregulated, and Unreported) fishing, termasuk di dalamnya pencurian ikan dan tangkapan yang tidak di laporkan. Hal ini seiring dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) pada tahun 2016 ini.
Pemberlakuan pasar bebas ini menyiratkan pentingnya memiliki sumber daya manusia yang memiliki nilai saing tinggi. Ada sebuah ungkapan yang muncul di tengah arus globalisasi yaitu Think globally and act locally. Ungkapan sederhana namun kaya makna. Jika dikaitkan dengan globalisasi, ungkapan ini memiliki pengertian orang yang berpikir global namun dapat melakukannya dalam kegiatan-kegiatan sederhana dengan tidak melupakan budaya atau nilai-nilai asli.  Pelopor ungkapan ini sering dikaitkan dengan seorang perencana kota Skotlandia yang juga seorang aktivis sosial yaitu Patrick Geddes yang lebih menggunakan ungkapan itu dalam bidang lingkungan. Ungkapan ini cocok diterapkan dalam penyuluhan perikanan khususnya dalam menghadapi era global dimana kita sudah mulai meninggalkan nilai-nilai asli (positif) yang diwariskan pendahulu kita.
Masyarakat perikanan harus berpikir jauh ke depan untuk jadi pemenang di era global. Pelaku usaha dan pelaku utama perikanan tentu tidak ingin hanya menjadi penonton di negeri kita dengan sumber daya alam melimpah. Salah satu penerapan dari pemikiran tersebut adalah memiliki kecerdasan intelektual yang baik. Hal itu dapat kita peroleh dengan terus belajar dan up-grade pengetahuan tanpa mengenal usia. Mempelajari hal-hal baru seperti menguasai bahasa asing. Tak dapat dipungkiri bila penguasaan bahasa asing terutama bahasa inggris sebagai bahasa internasional merupakan salah satu keharusan mengingat di era global seperti sekarang kita akan berkomunikasi dengan banyak orang dari penjuru dunia yang menjadikan bahasa inggris sebagai alat komunikasi. Menguasai teknologi informasi juga salah satu aplikasi yang mesti kita terapkan. Alasannya, saat ini kita sudah memakai peralatan kerja atau peralatan lainnya yang telah memakai tenaga mesin atau sistem komputerisasi dan bersifat dinamis.
Disamping itu, rasa nasionalisme menjadi begitu penting di era global karena banyaknya budaya luar termasuk produk yang masuk sehingga kita tetap harus mengenal dan mencintai budaya dan produk buatan negeri sendiri. Sementara saat ini banyak masyarakat yang menerima begitu saja budaya luar tanpa menilai baik-buruknya. Sejalan dengan era globalisasi yang terus bergulir, aturan/norma/ kebudayaan yang baik harus tetap kita jaga dan pelihara supaya tidak terpengaruhi oleh dampak negatif arus globalisasi. Aturan-aturan sosial di masyarakat perikanan yang harus tetap kita jaga seperti larangan bagi nelayan untuk pergi melaut yaitu pada hari Jum’at dengan tujuan selain mengkhusukan waktu beribadah dan istirahat sekaligus juga untuk menjaga kondisi ekosistem perairan supaya tidak terkuras habis setiap  hari. Kebudayaan sasi di Maluku, awig-awig di Lombok Barat, panglima laut di Aceh dan berbagai kebudayaan dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan di daerah lainnya. Beberapa aturan/norma/ kebudayaan di atas sudah mulai terkikis oleh waktu. Pelaku utama/ pelaku usaha perikanan tidak lagi mengindahkan aturan/norma/ kebudayaan yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu karena terpengaruh oleh globalisasi. Penerapan lainnya yang tidak kalah penting adalah tidak meninggalkan ajaran agama karena ajaran agama akan menuntun kita untuk berbuat baik dan benar. Jika kita mampu menerapkan itu semua, mewujudkan pelaku utama/ pelaku usaha perikanan yang siap menghadapi era global semakin mudah.
Beberapa tindakan think globally and act locally dalam penyuluhan perikanan adalah :
  • Terus belajar dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pelaku utama/ pelaku usaha perikanan yang memiliki nilai saing tinggi
  • Terus berkarya dan berinovasi dalam menumbuh kembangkan usaha perikanan dalam negeri dengan mengadopsi perkembangan global tanpa meninggalkan khasana lokal 
  •  Terus mempelajari hal-hal baru seperti menguasai bahasa asing dan teknologi informasi 
  • Tetap mengenal dan mencintai aturan/norma/ kebudayaan yang baik negeri sendiri dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan seperti sasi di Maluku, awig-awig di Lombok Barat, panglima laut di Aceh 
  • Melakukan tindakan nyata yang sederhana seperti menanam mangrove di kawasan abrasi, erosi dan kawasan yang sudah mengalami alih fungsi lahan, tidak membuang sampah ke perairan dan tindakan-tindakan positif lainnya untuk menekan pemanasan global (global warming). 
  • Terlibat langsung dalam sosialisasi stop penebangan hutan di kawasan pesisir, cara budidaya ikan yang baik, usaha penangkapan ikan yang bertanggung jawab/lestari dan cara pengolahan mutu hasil perikanan yang standar nasional/internasional.  
Aksi  think globally and act locally dalam penyuluhan perikanan di atas akan memberikan dampak positif bagi pengurangan kemiskinan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya perikanan kelautan untuk pembangunan berkelanjutan seperti yang tertuang dalam SDGs.

5 orang nelayan asal Kabupaten Langkat tertangkap di perairan Malaysia_1 Feberuari 2016

Berdasarkan surat dari Kementerian Luar Negeri RI, Konsulat Jenderal Republik Indonesia Penang Nomor.B-00042/PENANG/160201 tanggal 01 Februari 2016 perihal peristiwa penangkapan kapal nelayan Warga Negara Indonesia (WNI) asal Sumut di Perairan Pulau Pinang Malaysia. Penangkapan dilakukan oleh KM Kimanis, APMM pada tanggal 29 Januari 2016 sekitar pukul 09.58 waktu setempat, di posisi 05010.063 Lintang Utara 099033.077 Bujur Timur, berjarak 36,5 mil laut barat Pulau Kendi, Pulau Pinang. Dalam pemeriksaan didapati keberadaan 5 (lima) orang nelayan asal Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat yang teridentifikasi sebagai berikut :
1.    Erwin (umur 34 tahun) sebagai Tekong/Nakoda
2.    Muhammad Khairil (umur 25 tahun) sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
3.    Muhammad Hidayat (umur 25 tahun) sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
4.    Faisal (umur 22 tahun) sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
5.    Salman (umur 23 tahun) sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
Selanjutnya dilakukan penahanan terhadap kelima orang nelayan tersebut dengan kesalahan pelanggaran Akta Perikanan 1985 (1) yaitu penangkapan ikan oleh vessel penangkap ikan asing di perairan perikanan Malaysia. Saat ini kelima orang nelayan tersebut ditahan di tahanan (Lokap) Polisi Bayan Baru, Pulau Pinang untuk menunggu proses selajutnya.
Hasil penelusuran penyuluh perikanan setempat diperoleh informasi dari Ibu Agustina (24) istri dari Muhammad Hidayat, suaminya bersama keempat rekannya pergi melaut untuk menangkap ikan, karena memang itulah mata pencaharian mereka. Namun pada hari Jumat 29 Januari 2016, siang harinya salah seorang dari kelima nelayan itu menelepon tetangganya dan mengatakan kalau mereka ditangkap Polis Maritim Malaysia dan belum sempat menjelaskan kenapa mereka ditangkap. Hal senada juga disampaikan oleh Rama Safitri (20) istri dari Muhammad Khairil, dimana dirinya bersama keluarga lainnya merasa kehilangan apalagi tidak bisa dikontak dimana keberadaan mereka. Pihak keluarga berharap kepada pemerintah Indonesia untuk mencari tahu keberadaan kelima nelayan tersebut dan berupaya untuk membebaskan mereka.“Kami berharap kepada pemerintah Indonesia untuk mencari tahu dimana suami dan rekan-rekan kami, karena mereka tulang punggung keluarga kami,”ujar keduanya dengan berurai air mata.
Sejauh ini informasi dari keluarga diketahui bahwa kelima orang nelayan tersebut saat melaut dilengkapi dengan kompas dan GPS, jadi kemungkinan mereka untuk masuk ke wilayah perairan Malaysia itu sangat kecil, tapi karena tidak adanya tanda-tanda yang pasti di laut membuat mereka kesulitan untuk mengetahui secara pasti apakah mereka sudah memasuki perairan Malaysia atau belum.
Berdasarkan urat dari Kementerian Luar Negeri RI, Konsulat Jenderal Republik Indonesia Penang dan kronologis kejadian diatas maka Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat didampingi penyuluh perikanan setempat melayangkan surta permohonan pemulangan kembali kelima orang nelayan tersebut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di Jakarta c/q Direktur Penanganan Pelanggaran PSDKP serta menghubungi Konsulat Indonesia di Malaysia. Keluarga menyerahkan sepenuhnya urusan tersebut diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang ada. Sepanjang tahun 2015 tercatat telah terjadi sebanyak empat kapal nelayan Indonesia khususnya di Kabupaten Langkat yang ditangkap oleh Polis Maritim Malaysia, namun semua nelayannya sudah dibebaskan.