Friday, January 8, 2016

INDUSTRI BIOTEKNOLOGI KELAUTAN



INDUSTRI BIOTEKNOLOGI KELAUTAN

 

Indonesai sebagai neara kepulauan memiliki biodiversitas perairan yang melimpah yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi industri dan jasa di bidang bioteknologi.
Saat ini berbagai produk bioteknologi yang menggunakan bahan baku marine added value yang tinggi. Berbagai produk seperti obat-obatan, enzim untuk keperluan industri telah membanjiri indonesia. Bioteknologi kelautan untuk farmasi, kosmetik, pangan, pakan dan produk  non konsumtif, memiliki peluang yang sangat besar untuk mengisi kebutuhan lokal dan internasional.
Industri bioteknologi kelautan belum begitu berkembang di Indonesia, meskipun beberapa perusahaan telah menggali potensinya secara komersil. Potensi sumberdaya hayati perairan untuk industri bioteknologi kelautan meliputi : 1) industri bioproses yaitu proses yang memanfaatkan organisme untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa seperti bioenergi dari rumput laut dan mikroalga  2) Industri budidaya organisme perairan dan turunannya, seperti budidaya rumput laut untuk bahan obat dan kosmetik 3) Industri pengujian bahan-bahan berbahaya pada produk seafood melalui metode bioteknologi untuk meningkatkan keamanan dan daya saing ekspor 4) dan lain sebagainya.
Pengembangan industri bioenergi dari organisme perairan seperti biodisel dan bioetanol dari rumput laut dan limbah industri sampai saat ini masih dalam tahap penelitian, meskipun potensi pengembangannya sangat besar karena indonesia memiliki keragaman mikroalga yang tinggi dan sumber nutrisi yang melimpah dari limbah industri dan cahaya matahari sepanjang tahun.
Isu penting dan strategis yang dihadapi indonesia untuk menciptakan dan membangun industri dan jasa di bidang bioteknologi kelautan antara lain :
1.      Eksplorasi sumberdaya perairan untuk industri bioteknologi tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan
2.      Kurangnya pemahaman tentang bioteknologi kelautan oleh yang instansi terkait
3.      Belum adanya aturan yang jelas dalam implementasi dan pengembangan industri bioteknologi kelautan
4.      Belum terbentuknya kemitraan yang ekstensif antara lembaga riset dengan dunia usaha
Kedepan industri dan jasa bioteknologi berbasis kelautan yang berkelanjutan akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kemandirian bangsa dengan menyikapi dan menindak lanjuti issu penting di atas.

Menyiasati Buramnya Nasib Masyarakat Pesisir



 

Menyiasati Buramnya Nasib Masyarakat Pesisir

Studi kasus di Pesisir Kab.Langkat, Prov. Sumatera Utara

 

Sepertinya kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan disepanjang sejarah berdirinya republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi, rintihan pilu masyarakat pesisir tidak jua kunjung reda. Padahal mungkin kita masih teringat akan lagu ’nenek moyangku seorang pelaut’, yang mana dapat mengingatkan kita akan potensi laut kita yang sedemikian kaya. Semestinya bangsa ini berbangga diri memiliki masyarakat yang rela mencurahkan hidup dan matinya untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut. Mengingat pembangunan pesisir dan laut bagi bangsa ini merupakan mudal besar dan peluang lebar untuk menuju persaingan ekonomi global. Dengan memberdayakan masyarakat pesisir dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah langkah yang sangat mendasar dalam tahap awal pembangunan pesisir dan laut kita.
Namun, pada kenyataannya langkah tersebut belum menunjukkan sinyal yang pasti. Kurangnya akses pendidikan (menyebabkan banyak anak-anak yang tidak bersekolah), kesehatan serta akses lainnya bagi masyarkat pesisir adalah suatu pertanda bahwa nasib mereka masih berada dalam ketidak jelasan, sehingga akibatnya sumber daya masyarakat (SDM) yang mereka miliki sangat minim dalam mengelola kekayaan laut yang melimpah. Bukannya mereka tidak memiliki usaha yang keras dan keinginan yang gigih dalam memajukan sosial-ekonominya. Tapi, karena keterbatasan pendidikan, informasi dan teknologi yang membuat mereka harus menerima apa adanya dan terbatas dalam berkreasi menjalankan profesinya. Mutu SDM yang rendah membuat mereka tidak begitu paham memanajemen setiap pendapatan mereka dan mengalokasikan seperlunya.
Pentingnya perhatian berbagai pihak, baik itu konsultan pemberdayaan, aktivis LSM, peneliti, politisi, dan khususnya para penentu kebijakan untuk  menguak nasib buram masyarakat pesisisir  tersebut. Sebab, di akui atau pun tidak keterpurukan masyarakat pesisir kurang begitu diwacanakan atau dimunculkan kepermukaan, entah karena letak giografisnya yang terisolir, atau karena tertutup oleh permasalahan-permaalahan aktual yang bersifat sementara, sehingga berbagai pihak melupakan masyarakat yang terpinggirkan; masyarakat yang telah lama menahan sakit berkepanjangan.
Kepedihan mayarakat pesisir sering sekali diombang-ambing keadaan bangsa yang tidak menentu, di mana pada kenyataannya mereka adalah korban dari kebusukan pikir para pemimpin, hingga masyarakat pesisir harus menderita dalam waktu yang berkepanjangan. Terkadang masyarakatnya memiliki keinginan besar untuk terus mengembangkan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi wilayahnya, namun untuk mewujudkan keinginan tersebut terdapat berbagai hambatan besar yang dicipciptakan dari kesalahan sejarah. Jadi seperti masyarakat pesisir Kab. Langkat, Sumatera Utara saat ini tidak berposisi sebagai penerima warisan, melainkan bagaimana mereka mencipta dan memberikan warisan untuk anak cucu mereka kelak, seperti sumberdaya ikan yanga ada, fasilitas jalan raya, infrastruktur ekonomi perikanan, sarana penangkapan ikan, tehnik budidaya ikan, fasilitas umum-sosial, dan seterusnya. Kerusakan ekosistem yang ada juga menggambarkan tidak menjanjikannya lagi keberlanjutan sumberdaya perikanan kelautan yang optimal lestari ke depan.
Realitas seperti ini tidak hanya terjadi di wilayah Kab. Langkat, Sumatera Utara, tapi hal yang sama juga banyak terjadi dipelbagai wilayah pesisir lainnya. Kelemahan-kelemahan tersebut biasanya terletak pada terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, rendahnya kualitas SDM, teknologi penangkapan ikan yang terbatas kapasitasnya, akses mudal dan pasar produk ekonomi lokal yang terbatas, tidak adanya kelembagaan sosial-ekomi yang dapat membangun masyarakat dan belum adanya komitmen pembangunan kawasan pesisir secara terpadu.
Strategi
Berangkat dari berbagai kelemahan masyarak pesisir itulah, perlu adanya tujuan program pemberdayaan yang lebih menitik-beratkan pada upaya memperkuat kedudukan dan fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Adapun ruang lingkupnya antara lain, (1) memitakan sumber daya pembangunan wilayah yang dapat dijadikan basis data perencanaan kebijakan pembanguanan dan investai ekonomi, (2) meningkatkan kemampuan manajemen organisasi dan kualitas wawasan para pengurusnya, (3) mengembangkan produk unggulan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal, seperti terasi, kerupuk ikan, hasil olahan hasil perikanan yang heginis dan benilai jual tinggi, (4) melaksanakan publikasi yang terencana dan tersturktur untuk masyarakat luas, khususnya para pemangku kepentingan (stakeholders), sebagai sarana menjalin kerjasama dengan institusi atau lembaga-lembaga lain dalam rangka menggalang potensi sumber daya kolektif dalam membangun masyarakat pesisir.
Adapun fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalam pembangunan masyarakat pesisir adalah, sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan pebangunan warga; menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, sehingga kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat meningkat; memperkuat solidaritas dan kohesivitas, sehingga kemampuan gotong royong masyarakat meningkat; memperbesar nilai tawar (bergaining position) dan; menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang direncanakan.
Dari sekelumit tentang strategi pemberdayaan masyarakat pesisir yang ditawarkan  kiranya perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama pemerintah, demikian juga dengan masyarakat pesisir sendiri. Agar dalam menerapkan berbagai kebijakan, pemerintah terlebih dulu menggunakan pendengaran dengan sebaik-baiknya, bahwa disetiap bibir pantai (masyarakat pesisir) ada tangisan pilu yang tak bersuara, juga tidak ada yang menyuarakan. Akibat luka yang berkepanjangan, suara mereka hilang ditelan riuh-rendahnya gelobang bangsa yang tak berkesudahan. Kiranya riakan itu terhenti dan bahkan berubah menjadi suatu penomena baru, yakni meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kehidupan masyarakat pesisir kita sehingga pesisir dan laut bukan lagi belakang rumah tetapi berubah menjadi sesuatu yang indah/ menjadi sumberdaya yang memberikan penghasilan yang melimpah dan indah.


Ironis Kehidupan Nelayan Miskin ditengah Potensi Perikanan/ Kelautan yang Melimpah



 

Ironis Kehidupan Nelayan Miskin ditengah Potensi Perikanan/ Kelautan yang Melimpah

Oleh : Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L

 
Potongan syair lagu “ Nenek moyangku seorang pelaut’ dan ’bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu’ kini seprtinya tinggal sekedar lirik lagu lama belaka.
Sekedar ilustrasi , mengutip hasil penelitian beberapa ahli perikanan bahwa potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah 6.18 juta ton per tahun yang terdiri dari potensi ikan pelagis besar 975.05 ribu ton, ikan pelagis kecil 3.23 juta ton, ikan emersal 1.78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton dan cumi-cumi 28.25 ribu ton.
Selain potensi perikanan laut dengan panjang garis pantai terpanjang di dunia, pesisir pantai Indonesia juga menyediakan lahan untuk budidaya dan marikultur yang cukup luas, yaitu sekitar 830 ribu hektar. Sampai dengan tahun 1994 menurut Rokhmin Dahuri, Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Ekspolarasi Laut dan Perikanan bahwa baru termanfaatkan sekitar 300 ribu hektar. Selain itu jumlah nelayan atau orang yang terlibat dalam sektor perikanan juga meningkat yaitu 9.86 % pertahun, pada tahun 1997 tercatat 3.7 juta nelayan, sedankan di bidang distribusi dan pemasaran ikan mencapai 6.5 juta pekerja, jelas Rokhmin mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia pada masa pemerintahan Gusdur dan Megawati terdahulu.
Memang sangat terasa ironis, dengan potensi yang demikian besar, jika nelayan yang mendiami pesisir lebih dari 22 persen dari seluruh penduduk Indonesia justru berada dibawah kemiskinan dan selama ini justru terpinggirkan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada daratan. Secara geografis negeri ini adalah negara maritim yang beriklim tropis dan memilki sumberdaya perikanan dan kelautan yang melimpah ruah. Tapi justru selama ini, usaha kecil di bidang perikanan seperti menangkap ikan di laut dianggap usaha yang tidak layak di beri kredit, sehingga tidak ada lembaga keuangan dan perbankkan yang percaya kepada nelayan.
Krisis ekonomi dan depresi rupiah terhadap dollar saat ini juga berdampak terhadap merosotnya konstribusi ekonomi terhadap sektor lain, namun di sektor perikanan justru menunjukkan sebaliknya. Data  menunjukkan bahwa ekspor komoditas hasil laut pada tahun 1997 mencapai 1.617,5 juta dollar AS, disini tampaklah bahwa pada masa krisis, sektor perikanan justru menjadi tumpuan. Ini menujukkan bahwa perikanan merupakan sektor yang  “tahan banting” dan mempu menghadapi krisis. Kendati demikian potensi perikanan dan kelautan yang sedimikian besar semestinya dapat berkinerja lebih baik dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan lagi.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga Thailand, hasil yang kita capai tersebut jauh lebih kecil yang rata-rata nilai ekspor perikanannya mencapai 5.6 miliar dollar AS. Norwegia yang memiliki luas laut yang jauh lebih kecil di banding Indonesia bisa meraup nilai ekspor 2 miliar As pertahunnya.
Yang lebih ironis lagi : kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, penduduk meskin hampir 60 % di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir.
Disisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan pesisir selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang dan hutan mangrove, dan hampir semua eksosistim pesisir Indonesia terancam kelestariannya.
Perlunya Penyamaan Visi
           Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Mereka umumnya hidup di kawasan pesisir pantai dan sangat dipengauhi kondisi alam terutama angin, gelombang, dan arus laut, sehingga aktivitas penangkapan ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pada periode waktu tertentu nelayan melaut karena angin kencang, gelombang besar dan arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerapkali disebut musim paceklik yaitu suatu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali. Guna mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka umumnya mengutang pada juragan yakni pemilik kapal dan alat tangkap.
            Oleh karena itu penyamaan visi dalam pembangunan perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir (nalayan) harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada nelayan yang saat ini masih jauh tertinggal dan harus ramah lingkungan.
            Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan tampaknya memang terdapat kesalahan dalam perencanaan pembangunan kelautan dan pesisir terutama aspek-aspek pembinaan nelayan. Kini terlihat harapan baru, Presiden SBY tetap mempertahankan  kabinetnya dengan Departemen Kelautan dan Perikanan dan menunjuk Fredy Numberi untuk menakhodai lembaga ini. Sebuah kebijakan yang menjanjikan dan rasanya juga tidak salah pilih "nakhoda" tentunya. Cuma saja, kendati telah berjalan beberapa tahun, kiprah departemen ini masi kurang terasakan.
            Disamping itu pembangunan perikanan dan kelautan juga mau tak mau harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan  baik terhadap sumberdaya perikanan itu sendiri maupun ekosistim lain. Semuanya haruslah bermuara pada peningkatan kemakmuran nelayan, terutama nelayan kecil dan petani ikan. 
Kemiskinan Nelayan

            Adapun beberapa faktor penyebab kemiskinan nelayan, antara lain :
  1. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan, menyebabkan kurangnya pemahaman akan manajemen dan pelestarian sumberdaya
  2. Kepemilikan laut yang bersifat common property (milik semua) sehingga menimbulkan akses terbuka dalam penangkapan (eksploitasi) yang menimbulkan masalah eksternalitas (terutama eksternalitas negatif) contohnya adalah perebutan fishing ground, gear externality (trawl, dinamit, zat kimia beracun). Eksternalitas ini akan menimbulkan biaya tinggi dengan menurunnya kapasitas sumberdaya perikanan.
  3. Nelayan mempunyai ilusi untuk menjadi nelayan sukses. Dengan adanya pandangan ini, maka akses tenaga kerja perikanan sulit dikurangi, sehingga sulit untuk keluar dari kemiskinan
  4. Usaha perikanan mengalami cycle asymmetry (siklus nonsimetris), yaitu sifat kapital perikanan sulit ditarik kembali. Usaha perikanan tergantung pada musim, pada saat musim menguntungkan, nelayan berusaha untuk menambah modal untuk beli kapal dan peralatannya. Tetapi pada saat musim paceklik modal (kapal dan peralatan) tidak mudah untuk dijual
  5. Usaha sangat kekurangan modal dan sulit untuk akses ke lembaga keuangan. Permodalan biasanyaberasal dari bantuan pemerintah berupa kredit ringan atau subsidi berupa kapal dan alat. Bantuan ini jangka panjang akan menyebabkan dampak yang merugikan nelayan yaitu jumlah armada yang semakin meningkat, justru akan menghasilkan produksi perikanan yang semakin menurun
            Dengan peningkatan pendidikan, penguatan lebaga kelautan, perbaikan manajemen keuangan, pemberdayaan nelayan, dan pemberian bantuan permodalan disertai dengan penyuluhan berkala yang baik diharapkan bisa membantu penanggulangan venomena ini. Yang pastinya semua stake holder yang terkait hendaknya ambil bagian dalam pengembangannya.

Pentingnya peningkatan SDM di kawasan pesisir

 

Pentingnya peningkatan SDM di kawasan pesisir

Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumberdaya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru (Dahuri 2000). Perlu disadari juga bahwa sebagaian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di kawasan pesisir, oleh karena itu tidak ada salahnya kita mulai konsen memikirkan pengembangan pembangunan kawasan pesisir dan laut ke depan guna mendongkrak kesejahteraan saudara-saudara kita yang berada di kawasan tersebut.

Peningkatan kualitas sumber daya mannusia (SDM) notabe nya memegang peranan yang sangat penting dalam rangka peningkatan kapasitas pemikiran penduduk yang mendiami kawasan pesisir, sehingga dapat menciptakan perubahan pola pikir ke arah yang lebih baik ke depan

Penyuluh Perikanan Kab.Langkat dan Bidang Pengawasan Dinas Perikanan Lakukan Restokong/Reservat di Perairan Umum



Reservat atau suaka perikanan merupakan suatu ekosistem perairan yang memiliki daerah yang terbatas, di mana semua kegiatan penangkapan biota perairan dengan cara apapun, kapanpun dan oleh siapapun, dilarang, karena memiliki fungsi sebagai tempat pelestarian ikan-ikan endemik yang langka (atau hampir punah) dan beberapa spesies yang dilindungi keberadaannya. Reservat secara khusus merupakan tempat penelitian biota endemik yang langka dan beberapa spesies yang hampir punah untuk dikembangbiakan dengan meneliti cara makan, beradaptasi, pemijahan, dan pakan alami dari larva sampai menjadi dewasa, agar bisa dikembalikan kembali ke habitat semula untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sedangkan restoking merupakan kegiatan menebarkan kembali ikan endemik yang sudah punah atau hampir punah pada suatu ekosistem perairan tertentu. Reservat harus terus digalakkan sebagai upaya mendukung prinsip keberlanjutan ikan. Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dimana usaha perikanan yang dilakukan harus tidak merusak alam dan bahkan harus mendukung keberlanjutan. Kegiatan reservat ini dilakukan sebagai wujud dari kebijakan tersebut.
Kegiatan restoking/reservat yang dilakukan Penyuluh Perikanan dan Bidang Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 Desember 2016 di perairan Sungai Bingai, tetapnya di Dusun Deleng Pucuk Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingai. Pada kegiatan ini dilakukan penebaran bibit ikan endemik sebanyak 10.000 ekor ke kawasan reservat (lubuk larangan). Pada kesempatan itu juga diterbitkan peraturan desa tentang larangan penangkapan ikan yang di kawasan reservat tersebut dengan ketentuan bagi siapa yang melakukan penangkapan ikan dengan cara mengebom, menyetrum dan atau meracun akan di kenakan sangsi ganti rugi sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Peraturan desa tersebut merupakan gagasan dan hasil musyawarah bersama antara penyuluh dan warga setempat yang didalamnnya terdapat Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) ‘Budidaya Ikan’. Peraturan desa tersebut kemudian ditandatangani  oleh Ketua Pokmaswas ‘Budidaya Ikan’, perwakilan warga, Kepala Dusun Deleng Pucuk, Kepala Desa Rumah Galuh dan Kapolsek Kecamatan Sei Bingai, kemudidan ditempel pada tempat-tempat strategis di kampung serta beberapa dibagikan ke warga.
Warga dan Pokmaswas ‘Budidaya Ikan’ sangat antusias melakuakan restoking tersebut dan  berkomoitmen akan menjaga bersama ikan dan ekosistemnya. Kesenangan warga tersebut disampaikan oleh Bapak Rupana Surbakti (Ketua Pokmaswas Budidaya Ikan) dengan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perhatian dan partisipasi Penyuluh Perikanan Serta Bidang Pengawasan Dinas Perikanan dan Kabupaten Langkat telah memberikan benih ikan yang telah ditebar ke kawasan reservat tersebut. Kabid.Pengawasan (Bapak Henri Tarigan,S.Pt) sempat terharu dan berharap agar ikan dan ekosistem yang ada sekarang ini dapat dijaga serta dilestarikan untuk keberlanjutannya dimasa mendatang. Mari kita tingkatkan kesadaran dan kebersamaan dalam menjaga/melestarikan sumberdaya perikanan serta ekosistemnya untuk kita dan anak cucu kita kelak.

Oleh :
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda 
Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Langkat